Langsung ke konten utama

Sarana dan Prasarana Lengkap, Kualitas Pendidikan Meningkat



Pendidikan bagi seseorang merupakan hal yang penting dan merupakan sebuah kebutuhan. Karena pendidikan merupakan salah satu cara atau upaya untuk membentuk karakter serta pengetahuan manusia. Oleh karena itu, setiap orang wajib mengemban pendidikan baik secara formal maupun informal. Bahkan jika kita telisik kembali, pendidikan bukan hanya sebagai sebuah kewajiban yang harus dipenuhi oleh seseorang tetapi juga sebuah hak pokok, yaitu hak memperoleh pendidikan.
Dalam UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3 bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan UU tersebut sudah sangat jelas tertulis arti pentingnya mengemban pendidikan bagi setiap individu.
Dalam pelaksanaan pemberian pendidikan tentunya ada beberapa hal yang harus dipenuhi demi lancarnya kelangsungan pendidikan bagi setiap orang. Salah satu faktor yang menunjang kualitas pendidikan adalah sarana dan prasarana yang baik. Karena apabila sumber daya manusia yang disediakan memiliki kualitas yang bagus, tetapi jika tidak didukung dengan sarana dan prasarana yang lain, maka pelaksanaan pendidikan tidak akan berjalan lancar dan maksimal.
Ibarat seorang koki ternama hendak membuat masakan, semua bahan makanan sudah ia miliki, keahlian pun sudah tidak diragukan lagi, tetapi ia tidak memiliki peralatan memasak dan tempat yang kondusif untuk memasak, maka semua hal yang sudah ia miliki tadi, akan menjadi percuma. Begitu pula pada pelaksanaan pendidikan, tidak akan bisa berjalan jika sarana dan prasarana yang ada tidak memadai atau ada dalam kondisi yang tidak baik.
Dengan adanya Peraturan Pemerintah No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menyangkut standar saran dan prasarana pendidikan secara nasional pada Bab VII Pasal 42, seharusnya kebutuhan sarana dan prasarana dapat terpenuhi dengan baik. Tidak perlu ada keluhan lain mengenai kurangnya sarana dan prasaran guna menunjang aktifitas pendidikan.
Tetapi lagi-lagi, saya kira peraturan hanyalah menjadi sebuah peraturan saja. Karena pada kenyataannya, keluhan terhadap sarana dan prasaran pendidikan yang tidak memadai atau bahkan tidak layak sangat banyak terdengar. Hal tersebut terjadi bukan hanya di sebagian kecil  wilayah di Indoensia, tatapi menurut saya hampir di seluruh wilayah Indonesia memiliki masalah yang hampir sama, yaitu kurangnya sarana dan prasarana yang disediakan oleh pemerintah.
Mungkin jika kita lihat sekolah-sekolah dan beberapa instansi pendidikan yang berada di kota-kota besar maka kita akan berpikir bahwa sarana dan prasarana pendidikan telah terpenuhi dengan baik. Sekolah-sekolah dibangun dengan gedung-gedung yang kokoh, bahkan beberapa diantaranya dapat dikatakan megah, serta fasilitas lainnya yang dapat dikatakan lengkap. Tetapi, jika kita menggeser sedikit pandangan kita kearah wilayah yang memang tidak termasuk ke dalam kota besar, maka pemandangan yang akan kita dapatkan adalah sangat berbanding terbalik.
Bagaimana tidak, ketika di kota besar para peserta didik dapat melakukan proses kegiatan belajar mengajar di dalam gedung yang kokoh dan megah, di tempat lain justru untuk mencari tempat belajar mengajar saja sulit. Ironisnya, karena tidak ada tempat yang memadai, maka beberapa sekolah dan lembaga pendidikan lainnya terpaksa harus bergantian dengan ayam, bebek, kambing, dan hewan lainnya untuk menggunakan tempat belajar mengajar.
Ketika murid-murid di kota-kota besar dapat tetap melaksanakan kegiatan belajar mengajarnya ditengah hujan lebat. Di sisi lain, banyak siswa dan siswi yang terhambat kegiatan belajar mengajarnya karena khawatir buku dan perlengkapan sekolah lainnya basah karena atap yang bocor. Belum lagi jika cuaca benar-benar tidak mendukung, mereka harus siap mengahadapi resiko terkena reruntuhan bangunan tempat mereka belajar.
Bukan hanya pada masalah tempat saja, tetapi kebutuhan lain seperti buku yang digunakan sebagai bahan belajar pun masih sangat terbatas. Jangankan untuk mencari referensi dari berbagai macam sumber buku, untuk memenuhi buku-buku wajib saja masih belum bisa maksimal.
Oleh karena itu, jika pemerintah dan bangsa Indonesia menginginkan peningkatan kualitas pendidikan di negara kita ini, maka sudah sepatutnya mulai menganggap serius masalah kurangnya sarana dan prasarana penunjang pendidikan. Khususnya bagi pemerintah, harus bisa membagi secara rata pembangunan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai dan layak di seluruh Indonesia.
Karena tidak menutup kemungkinan jika masalah sarana dan prasarana pendidikan ini tidak segera dibenahi, maka kualitas pendidikan di Indonesia semakin lama akan menurun. Intinya, untuk mengatasi masalah pemerataan sarana dan prasarana pendidikan yang baik, pemerintah harus lebih peduli lagi terhadap pendidikan di Indonesia. Selain itu juga masyarakat harus memerhatikan masalah pendidikan di Indonesia, kelengkapan sarana prasarana yang ada. (Gabriella)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AYO, KENALI FISIP-MU !

Brotherhood !!! Bagi sebagian besar mahasiswa Untirta pasti tidak asing lagi dengan kata tersebut. Kata ‘brotherhood’ merupakan jargon atau kata kunci dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Untirta. Fakultas yang baru berusia 12 tahun ini merupakan fakultas termuda di Untirta. Fakultas orange ini didirikan pada tahun ajaran 2002/2003 yang diresmikan dengan surat keputusan nomor   124/0/2004 sesuai dengan SOTK. Sebelum dijuluki sebagai ‘Fakultas Orange’, FISIP Untirta dikenal sebagai fakultas yang identik dengan warna biru yang menyerupai warna biru telur asin, yang lebih cenderung berwarna abu-abu. Mengapa demikian? Karena FISIP Untirta merupakan fakultas yang bernuansa politik dan warna abu-abu dianggap sebagai simbolisasi dari politik, maka tercetuslah warna tersebut sebagai identitas dari FISIP Untirta. Namun penetapan warna tersebut sebagai identitas dari fakultas termuda di Untirta ini tidak bertahan lama, hingga akhirnya diputuskan agar diganti dengan warna O

Menulis Sebagai Hobi

Setiap orang lahir dengan potensi dan kemampuan yang berbeda-beda dan tentunya masing-masing individu memiliki selera dan ketertarikan yang berbeda terhadap suatu hal. Bukanlah sesuatu yang perlu dijadikan perdebatan ketika seseorang menyukai sesuatu tetapi orang lain tidak sepaham dengan apa yang kita rasakan. Hobi, satu kata yang menggambarkan hal yang kita gemari, sukai, dan senangi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hobi adalah kegemaran atau kesenangan istimewa pada waktu senggang, bukan pekerjaan utama. Hobi juga sering dianggap sebagai kegiatan yang dapat menenangkan pikiran seseorang. Ada begitu banyak hobi yang ada di dunia ini. Semua kegiatan yang dapat kita lakukan bisa menjadi hobi kita. Mulai dari kegiatan yang sering dilakukan oleh banyak orang sampai kegiatan yang paling aneh sekalipun. Diantaranya seperti menonton film, mendengarkan musik, berenang, bermain sepeda, menulis, dan sebagainya. Dari sekian banyaknya hobi yang ada, karena penulis merupak

Mengkroscek Sejarah Dari Kuncen Banten Girang

Setiap tempat dan daerah pasti memiliki sejarahnya masing-masing. Latar belakang, asal muasal, kultur masyarakat terdahulu merupakan hal-hal yang amat menarik untuk diulik dan dipelajari. Tetapi nyatanya, tidak semua sejarah yang kita baca di buku-buku pelajaran sekolah ataupun literatur lainnya merupakan fakta yang sebenarnya terjadi. Termasuk di tanah Jawara ini, khususnya di daerah Banten Girang. Memiliki sejarah panjang yang sedikit orang lain ketahui. Bahkan ada beberapa yang salah menafsirkan sejarah yang ada. Saya merasa beruntung sekali bertemu sosok seperti Abah Hasan. Beliau merupakan kuncen dari situs wisata Banten Girang. Sama seperti kuncen situs-situs wisata sejarah lainnya, Abah Hasan mendedikasikan hidupnya untuk menjaga situs Banten Girang tersebut. Abah Hasan mulai menjadi kuncen situs Banten Girang sejak ia masih berusia 12 tahun. Lelaki yang memiliki nama asli Abdu Hasan ini meneruskan profesi turun temurun dari kakek dan neneknya sebagai kuncen Banten Gi