Langsung ke konten utama

Galih Wicaksono Membawa Nama Untirta ke Negeri Ginseng



Lagi-lagi saat ini Untirta sedang dilanda kisruh mengenai fasilitas kampus yang masih terbilang minim. Persoalan mengenai fasilitas lahan parkir yang baru merupakan isu yang sedang ramai diusut dan dibicarakan. Walaupun sudah adanya kepastian mengenai perpindahan menuju lahan kampus baru yanglebih memenuhi standar, tetapi sebagian besar mahasiswa masih merasa resah dan pesimis bahwa Untirta minimal dapat dikenal seperti universitas negeri yang lebih ternama lainnya. Jika Untirta masih belum bisa dikenal dari segi fisik kampusnya, maka apa yang dapat membuat Untirta dikenal banyak orang? Jawabannya adalah kita, dimulai dari kualitas dan mobilitas mahasiswanya lah Untirta perlahan-lahan akan dikenal oleh orang lain.
Salah satu contohnya adalah Galih Wicaksono, atau yang akrab dipanggil Galih. Dia adalah seorang mahasiswa Untirta yang turut membantu dalam mengembangkan nama Untirta. Bukan hanya dalam lingkup Nasional, tetapi bahkan sampai pada lingkup Internasional. Pria yang tengah mengamban pendidikan di jurusan Teknik ... ini sedang menjejakkan kakinya di Korea Selatan. Ia mendapatkan kesempatan untuk menjejali pendidikan di negri Ginseng tersebut selama 6 bulan dalam program Student Exchange Chonnam National University spring period 2016.
Mahasiswa yang bertempat tinggal di Rangkasbitung ini mengaku bahwa impiannya sejak dulu adalah ingin mengemban pendidikan di luarg negeri. Dengan keinginannya yang besar dan tekad yang kuat, alhasil ia dapat merasaannya sekarang. Selama mengikuti program pertukaran mahasiswa ini, Galih juga mengatakan bahwaia memperoleh banyak hal,  bukan hanya sistem dan suuasana belajar yang berbeda, tetapi ia juga mendapatkan kesempatan lain, yaitu memperoleh teman dari berbagai negara. Dengan kata lain, pada saat ini Galih sedang memperkenalkan Untirta ke lingkup Internasional.
“Pengalaman baru yang diperoleh banyak sekali. Karena saya memilih tinggal di asrama yang gabung dengan mahasiswa reguler yang notabene kurang dalam berbahasa Inggris, saya semakin tertantang untuk mendalami kemampuan bahasa korea saya” ujar Galih saat diwawancara melalui pesan singkat.
Pada saat wawancara, Galih sedikit berbagi cerita kepada tim redaksi Orange bagaimana proses sampai ia bisa mendapatkan kesempatan mengikuti program tersebut. Ia mengaku bahwa informasi mengenai program tersebut ia dapatkan sendiri, tidak hanya mengandalkan informasi yang diberikan oleh pihak kampus. Ia terus mencari informasi tersebut melalui salah satu akun media sosialnya, barulah setelah itu ia melakukan konfirmasi ke beberapa dosen mata kuliahnya. Setelah yakin dan sudah mendapatkan informasi yang cukup jelas, barulah ia mendaftarkan diri pada program tersebut. Menurut Galih, sebelum resmi menjadi peserta program tersebut kita harus mengikuti beberapa tes. Tes yang diberikan terdiri dari tes berkas dan sesi wawancara.
Alasan Gaih memilih Korea Selatan sebagai negara tujuannya adalah karena ingin mendalami teknik kimia. Menurut Galih, di Korea Selatan bidang research untuk teknik sangatlah diperhatikan dan mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Selain itu juga teknologi untuk mendukung kegiatan tersebut sudah sangat maju, tidak kalah dengan negara-negara yang berada di Eropa, misalnya saja Jerman. “Saya juga sangat menyukai kebudayaan Korea, karena budaya mereka unik” ujar pria yang sempat aktif di Koperasi Mahasiswa Teknik Untirta ini.
Galih menambahkan bahwa selama 3 minggu ia mengemban pendidikan di Korea Selatan, selain kuliah ia juga mengikuti berbagai kegiatan yang bergerak dalam bidang volunteering. Seperti kegiatan volunteering di Gwangju International Center (GIC) KISSA Gwangju, dan berbagai kegiatan volunteering lainnya. “Banyak keuntungan juga yang didapat, menjalin relasi dengan berbagai kawan di beahan dunia lainnya dan tentunya bisa menambah kemampuan berbahasa” ucap pria berkacamata itu.
Selama mengikuti program tersebut dalam waktu 6 bulan kedepan, biaya studi Galih akan ditanggung oleh pemerintah Korea Selatan. Ternyata perjalanan Galih tidak semulus yang dibayangkan, karena ia harus memenuhi biaya hidup dan asuransi selama disana “pihak kampus memberikan dukungan dalam bentuk uang untuk dana keberangkatan hanya sebesar Rp 3,5 juta. Terdengar besar memang, namun juka dibandingkan dengan teman saya dari universitas lain, ada yang sampai diberikan dana Rp 10 juta/bulan untuk membantu kelancaran mengikuti program” ungkap Galih. Meskipun demikian, hal tersebut tidak membuat Galih merasa tersudutkan dan menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Karena justru inilah kesempatan untuk menunjukkan bahwa mahasiswa Untirta pun bisa eksis sampai ke ranah Internasional, meskipun dengan fasilitas yang sekedarnya.
Pada akhir wawancara, Galih memberikan sedikit pesan untuk para orangers “selalu update informasi beasiswa, jangan pernah malas membaca informasi melalui media apapun. Selain itu, teman-teman juga harus belajar yang rajin, karena IPK dan skor TOEFL kita juga berpengaruh pada saat tahap seleksi.” Dengan kata lain, sebagai mahasiswa kita harus menumbuhkan rasa inisiatif yang tinggi, sehingga kita tidak hanya mengandalkan informasi yang disuguhkan oleh pihak universitas saja. Dan yang terpenting adalah tidak peduli dimanapun kita berkuliah, ketika ada niat dan usaha yang besar, maka kita dapat membuktikan bahwa apa yang kita inginkan akan segera terwujud. (Gabriella & Ratih)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AYO, KENALI FISIP-MU !

Brotherhood !!! Bagi sebagian besar mahasiswa Untirta pasti tidak asing lagi dengan kata tersebut. Kata ‘brotherhood’ merupakan jargon atau kata kunci dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Untirta. Fakultas yang baru berusia 12 tahun ini merupakan fakultas termuda di Untirta. Fakultas orange ini didirikan pada tahun ajaran 2002/2003 yang diresmikan dengan surat keputusan nomor   124/0/2004 sesuai dengan SOTK. Sebelum dijuluki sebagai ‘Fakultas Orange’, FISIP Untirta dikenal sebagai fakultas yang identik dengan warna biru yang menyerupai warna biru telur asin, yang lebih cenderung berwarna abu-abu. Mengapa demikian? Karena FISIP Untirta merupakan fakultas yang bernuansa politik dan warna abu-abu dianggap sebagai simbolisasi dari politik, maka tercetuslah warna tersebut sebagai identitas dari FISIP Untirta. Namun penetapan warna tersebut sebagai identitas dari fakultas termuda di Untirta ini tidak bertahan lama, hingga akhirnya diputuskan agar diganti dengan warna O

Menulis Sebagai Hobi

Setiap orang lahir dengan potensi dan kemampuan yang berbeda-beda dan tentunya masing-masing individu memiliki selera dan ketertarikan yang berbeda terhadap suatu hal. Bukanlah sesuatu yang perlu dijadikan perdebatan ketika seseorang menyukai sesuatu tetapi orang lain tidak sepaham dengan apa yang kita rasakan. Hobi, satu kata yang menggambarkan hal yang kita gemari, sukai, dan senangi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hobi adalah kegemaran atau kesenangan istimewa pada waktu senggang, bukan pekerjaan utama. Hobi juga sering dianggap sebagai kegiatan yang dapat menenangkan pikiran seseorang. Ada begitu banyak hobi yang ada di dunia ini. Semua kegiatan yang dapat kita lakukan bisa menjadi hobi kita. Mulai dari kegiatan yang sering dilakukan oleh banyak orang sampai kegiatan yang paling aneh sekalipun. Diantaranya seperti menonton film, mendengarkan musik, berenang, bermain sepeda, menulis, dan sebagainya. Dari sekian banyaknya hobi yang ada, karena penulis merupak

Mengkroscek Sejarah Dari Kuncen Banten Girang

Setiap tempat dan daerah pasti memiliki sejarahnya masing-masing. Latar belakang, asal muasal, kultur masyarakat terdahulu merupakan hal-hal yang amat menarik untuk diulik dan dipelajari. Tetapi nyatanya, tidak semua sejarah yang kita baca di buku-buku pelajaran sekolah ataupun literatur lainnya merupakan fakta yang sebenarnya terjadi. Termasuk di tanah Jawara ini, khususnya di daerah Banten Girang. Memiliki sejarah panjang yang sedikit orang lain ketahui. Bahkan ada beberapa yang salah menafsirkan sejarah yang ada. Saya merasa beruntung sekali bertemu sosok seperti Abah Hasan. Beliau merupakan kuncen dari situs wisata Banten Girang. Sama seperti kuncen situs-situs wisata sejarah lainnya, Abah Hasan mendedikasikan hidupnya untuk menjaga situs Banten Girang tersebut. Abah Hasan mulai menjadi kuncen situs Banten Girang sejak ia masih berusia 12 tahun. Lelaki yang memiliki nama asli Abdu Hasan ini meneruskan profesi turun temurun dari kakek dan neneknya sebagai kuncen Banten Gi