Langsung ke konten utama

Surat Untuk April



Surat ini aku tulis mewakili harapan seorang gadis. Gadis yang begitu aku kenali. Gadis yang aku hapal betul bagaimana caranya tersenyum dan menangis. Dia yang tak pernah bisa meminta angin untuk meniupkan rindunya kepada tuannya.

Teruntuk sosok yang menurutku berada di dimensi lain dari kehidupan gadis itu. Yang semenjak 1 tahun terakhir ini ia coba cicipi, tapi tetap saja, gadis itu tidak bisa menerobos masuk ke ruang ruang dimensi mu tuan. Ia hanya 'meniru', tetap dengan caranya sendiri.
Hey, apakah kau sadar tuan? Gadis itu selalu merasa bahwa kalian tidak pernah bisa berada di posisi yang sejajar, dimana kau berada di sisi kirinya dan dia berada di sisi kananmu. Bahkan sejak 4 tahun lalu, saat sang mentari memperhatikan sosok mu.  Ya, sosok yang berdiri lunglai di bawah tiang yang di puncaknya berkibar darah dan tulang bangsa ini. Bersebrangan dan berhadapan, itulah posisi kalian. Ibarat gedung yang menyerupai daun dan gedung yang bukan hitam tetapi juga bukan putih itu. Tempat yang tidak asing bagi kalian berdua.

Tapi kau tak perlu khawatir, ini tak serumit mereka yang harus merayu Tuhan demi bisa berdampingan. Ini hanyalah kisah antara gadis dengan tuannya, 2 pengagum yang berbeda. Dia yang masih setia mengagumi sang surya, dan kau yang terus mengagungkan purnama. Wajar saja jika tak pernah bersanding, toh kedua anak manusia ini tidak pernah mengorbankan salah satunya. Bukan, lagi-lagi ini bukan perkara benda tuan, melainkan makna tersembunyi dari objek yang masing masing kalian kagumi.

Apakah kau tahu? Gadis itu ingin sekali mengenal garis finish. Tapi, bagaimana bisa mengenalnya jika tubuhnya pun belum pernah bersitatap dengan garis start? Karena kau tak pernah mengizinkannya. Seolah tak ingin hal tersebut menjadi 'nyata', bukan hanya 'ada'. Mungkin karena kau masih belum lelah menipu hasrat yang ada pada dirimu sendiri yang pada dasarnya merupakan cerminan dari harapan gadis itu.

Tuan, aku tak bisa menulis seperti apa kisah kalian akan berakhir. Karena aku bukanlah penulis skenario yang menjelma Tuhan. Aku hanya menumpahkan apa yang bergejolak dalam dada gadis itu. Gadis yang tak pernah membunuh kerinduannya pada garis finishnya. Dengan diam diam berharap bahwa tuannya akan senang hati mengizinkannya, bahkan menunggunya dibalik garis itu.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

AYO, KENALI FISIP-MU !

Brotherhood !!! Bagi sebagian besar mahasiswa Untirta pasti tidak asing lagi dengan kata tersebut. Kata ‘brotherhood’ merupakan jargon atau kata kunci dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Untirta. Fakultas yang baru berusia 12 tahun ini merupakan fakultas termuda di Untirta. Fakultas orange ini didirikan pada tahun ajaran 2002/2003 yang diresmikan dengan surat keputusan nomor   124/0/2004 sesuai dengan SOTK. Sebelum dijuluki sebagai ‘Fakultas Orange’, FISIP Untirta dikenal sebagai fakultas yang identik dengan warna biru yang menyerupai warna biru telur asin, yang lebih cenderung berwarna abu-abu. Mengapa demikian? Karena FISIP Untirta merupakan fakultas yang bernuansa politik dan warna abu-abu dianggap sebagai simbolisasi dari politik, maka tercetuslah warna tersebut sebagai identitas dari FISIP Untirta. Namun penetapan warna tersebut sebagai identitas dari fakultas termuda di Untirta ini tidak bertahan lama, hingga akhirnya diputuskan agar diganti dengan war...

Mengkroscek Sejarah Dari Kuncen Banten Girang

Setiap tempat dan daerah pasti memiliki sejarahnya masing-masing. Latar belakang, asal muasal, kultur masyarakat terdahulu merupakan hal-hal yang amat menarik untuk diulik dan dipelajari. Tetapi nyatanya, tidak semua sejarah yang kita baca di buku-buku pelajaran sekolah ataupun literatur lainnya merupakan fakta yang sebenarnya terjadi. Termasuk di tanah Jawara ini, khususnya di daerah Banten Girang. Memiliki sejarah panjang yang sedikit orang lain ketahui. Bahkan ada beberapa yang salah menafsirkan sejarah yang ada. Saya merasa beruntung sekali bertemu sosok seperti Abah Hasan. Beliau merupakan kuncen dari situs wisata Banten Girang. Sama seperti kuncen situs-situs wisata sejarah lainnya, Abah Hasan mendedikasikan hidupnya untuk menjaga situs Banten Girang tersebut. Abah Hasan mulai menjadi kuncen situs Banten Girang sejak ia masih berusia 12 tahun. Lelaki yang memiliki nama asli Abdu Hasan ini meneruskan profesi turun temurun dari kakek dan neneknya sebagai kuncen Banten Gi...

Dendy R Hardiansyah : “Menulis Dengan Emosi”

Jika berbicara tentang puisi, mungkin aku adalah salah satu orang yang akan sangat antusisa dengan hal tersebut. Walaupun aku sendiri bukanlah orang yang mahir membuat puisi, tetapi aku adalah salah satu dari sekian banyak penikmat puisi yang ada di muka bumi. Entah mengapa setiap rangkaian kata yang terkandung dalam setiap puisi selalu berhasil membuatku tehanyut dalam emosi yang ada di dalamnya. Bukan hanya terhanyut, tetapi pastinya penasaran dengan penulisnya, dan bagaimana ia bisa merangkai kata sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah frasa-frasa yang sangat indah. Beruntung sekali rasanya aku bisa berbincang-bincang dengan salah satu penulis buku antologi, walaupun hanya melalui smartphone. Buku antologi adalah buku yang berisi tentang kumpulan-kumpulan puisi. Buku yang aku maksud disini adalah buku yang berjudul “Senja Pukul Lima”, hasil karya Dendy Rizal Hardiansyah. Sering dipanggil dengan sebutan ‘Mas Dendy’, pria kelahiran Trenggalek ini mengaku mulai menyukai seni ...